Thursday, 28 July 2016

Apa aku salah pilih jurusan?




Apa gue salah ngambil jurusan?
learn.marymount.edu

Ini pertanyaan paling klasik menurutku, yang pernah ditanyakan oleh masing-masing mahasiswa tingkat awal (bisa juga tingkat akhir). Pertanyaan semacam ini, biasanya muncul pas orang yang bersangkutan mulai menyadari adanya kekeliruan dan ketidak nyamanan proses belajar. Dan mulai lah dia mempertanyakan apa yang sudah dijalani selama ini (ya elah), kemungkinan kehilangan akal, ketidaksadaran selama ini, kemudian mempertanyakan pilihan-pilihan hidup tersisa. etc.

Aku sendiri, pernah ngerasa seperti yang itu dan sampe sekarang masih sering nanya ke diri sendiri.
Sekarang aku salah satu mahasiswa fakultas pertanian, jurusan sosial-ekonomi pertanian.
Dan sekarang juga sudah masuk semester tiga.

Belakangan aku tanya ke  diri sendiri pertanyaan semacam itu, karena aku cuma ngerasa ada yang gak cocok dengan pribadi ku selama dosen memberikan materi kuliah, kebanyakan aku harus cari pengertian dari internet biar bisa ngerti. Aku bukan anak ekonomi(titik), aku gak suka hitung-hitungan, liat diagram, atau hitung untung-rugi. Aku lebih suka baca novel,lebih suka nulis, lebih suka dengar musik daripada main sama aktiva=pasiva.
Bahkan menurut beberapa test kepribadian (dari website pendidikan terpercaya) yang sudah pernah aku coba, dan  memang ternyata aku tuh orang yang cocok di jurusan kayak phylosophi, Psychologi, Humaniora, History & culture etc. Dan gak ada tuh hasil yang mendekati hal-hal berbau ekonommi, bisnis, matematika apalagi.
Entah apa yang ada di otak waktu mendaftar kuliah dulu.
Ketakutan? Kebingungan? Kepasrahan? Ketidak tahuan mungkin?
Tapi emang aku suka bisnis juga, dan satu-satunya kesempatan ku untuk kuliah waktu itu (tahun lalu), adalah dengan mengambil jurusan sosial-ekonomi ini yang ada Agribusiness sebagai program studinya. Kebetulan juga sepupu ku kuliah disitu, jadi kayak ada influence sih, dan mungkin aku penerus nya, karena sekarang dia sudah kelar (sarjana).

Waktu itu aku pernah mikir unutk kuliah di Fakultas Ilmu Budaya, terus ambil jurusan Sastra Bahasa Inggris. Tapi, gak yakin (ini nih) bisa lolos, apalagi lihat situasi saat itu aku hanya boleh ikut jalur terakhir untuk masuk univ (sumikolah). Jadinya, ide untuk coba masuk di fakultas impian itu Cuma dikubur dalam – dalam.
Barulah sekarang, aku mulai sadar (kayak dapat wahyu?) bahwa aku ini gak cocok di jurusan yang sekarang, dan lebih cocok ke FIB. Ditambah lagi teman-teman ku sering bilang “Bim, kamu tuh kayak lebih cocok di FIB deh.”  Atau “ahah, sudah ketebak sih, emang kamu cocok di sastra.”
Heran aja, orang lain bisa ngerasain hal itu, jadi, apa yang selama ini aku rasa juga benar?
Karena aku anak sastra, aku anak sastra, aku suka sejarah, aku suka baca literature jadul, aku suka United Kingdom, aku suka budaya eropa, aku suka budaya Japan, aku suka nulis, aku suka jadi anak sastra!

Pernah  juga suatu hari teman ku bilang kalo dia baru ngerasa gak cocok dengan jurusan pilihannya (akuntansi) belakangan ini padahal sudah semester empat, sehingga dia sering gak fokus dalam kelas, gak terlalu niat belajar dan lebih banyak bengong. Karena pada dasarnya dia gak suka Akuntansi dan segala macam kerabat-kerabatnya di situ.
“ya ampun Bim, kenapa baru sekarang, sudah semester begini, baru kepikiran pindah jurusan?”  
Tapi, sampe sekarang dia masih tetap di jurusan itu kok. Kayaknya dia juga gak bisa cepat pindah-pindah gitu dan ngulang semuanya dari awal (baper).

Bisa gak pindah jurusan?
Answer: Oh of course It’s possible

Pindah jurusan artinya, 1. Bayar uang pendaftaran SBMPTN; 2. Ikut tes SBMPTN; 3. Belum pasti bisa lulus dari tes; 4. Harus mulai dari awal semester (satu) lagi; 5. Harus bisa adaptasi sama lingkungan baru; 6. Bisa jadi harus ikut kegiatan wajib jurusan kayak Himaju (yang sunggu mengerikan); 7. Jadi MABA lagi dll.
Pertimbangan-pertimbangan diatas itu sebenarnya cukup untuk mengurung niat seseorang pindah jurusan dan lebih milih jalanin yang ada sekarang, tapi ada juga yang nekat kok pindah, ya mungkin karena udah gak tahan kali. Untukku sendiri, pindah jurusan itu ribet, lagian udah semester tiga cuy, dan tinggal tiga semester lagi (1,2 tahun) semester enam yang artinya udah bisa nyususn proposal, dan seterusnya kayak udah fase finishing untuk dapat gelar sarjana. Aku juga targetnya S1 3,5 tahun, gak mau lama-lama. Kemudian lanjut ambil Master’s degree.
Aku juga udah punya banyak teman; bahkan diantaranya udah teman dekat, udah nyaman, udah klop, gak mau pisah pokoknya *lol*

Terus sekarang menyesal di Sosial-Ekonomi?

Menyesal pasti ada ya, tapi, to be honest juga aku adalah makhluk  yang bisa tiba-tiba semangat lagi, dan cenderung lebih pengen fokus ke satu hal, dan mengulang semuanya dari awal itu bukan sesuatu yang menyenangkan juga bagiku, jadi ya, menurutku tetap di jurusan ini aja dan fokus.
Dan sebenarnya aku tidak jadi seorang murid yang karena merasa bukan pelajaran cocok bagiku, terus lantas aku jadi malas masuk kelas, gak bikin tugas, gak ikut ujian etc. Malah tahun pertama di jurusan ini cukup berhasil (untuk ku secara pribadi). GPA semester satu dapat 4.00, dan semester dua turun jadi 3.93 (ini nilainya turun, gara-gara pas awal kuliah aku udah gak niat belajar *lol*)

Mengambil jurusan ini mungkin saja sebuah kesalahan kecil, tetapi bisa merupakan suatu ‘pintu’ lainnya yang terbuka, kesempatan lainnya mungkin saja terbuka untukku, yeah, it could be. Jadi aku gak terlalu menyesal sih.
www.theodhysseyonline.com

Dan meski aku gak kuliah di sastra, tapi ayolah,internet juga sudah nampung informasi, dan segala macam hal di dunia ini, jadi tinggal manfaatkan semaksimal mungkin apa yang ada, iya kan?

Sosial-Ekonomi juga sebenarnya bukan melulu belajar tentang ekonomi, akuntansi, marketing etc. tapi ada minat (semester lima) tentang Pengembangan Masyarakat juga, dan semester-semester awal sebenarnya juga sudah ada mata kuliah yang berbau sosial, yang mungkin bisa aku seriusin (daripada ekonomi) untuk menetukan kelanjutan studi ku kedepannya. Dan sebenarnya pernyataan seperti ‘tidak cocok’ itu relative ya, bisa saja cuma gak cocok sama ruangan kelasnya, gak cocok sama kantinnya, gak cocok sama dosen-dosennya, gak cocok sama WC nya etc. jadi ngerti dulu apa penyebab kita sampai bilang ‘gak cocok’ itu, kalau misalnya emang kamu gak cocok sama pelajaran-pelajarannya, atau ngerasa bukan passion mu, maka gagasan untuk pindah jurusan patut di pertimbangkan.

Kita sebagai manusia, bila practice more and more tentu bakal jadi ahli dalam suatu bidang, tak peduli kalo gak nyaman, gak cocok, etc. Semakin sering kita berkutat dengan subject yang sama, minat yang sama, maka semakin mahir juga kita dan tentu lebih menguasai, tanpa kita sadari.

So, tinggal jalani saja sih, dan pasti semua ini juga akan kelar, dan aku sendiri gak mungkin tidak mendapat apa-apa dari kelas-kelas ini, dari dosen-dosen, dari kegiatan-kegiatan kampus. Aku pasti dapat sesuatu bermanfaat, dan itulah gunanya kuliah.

Aku memang gak kuliah di Sastra, aku memang bukan anak  sastra, tapi aku masih suka kok Jane Austen, aku masih suka kok Shakespeare, aku masih suka kok baca karya masterpiece author-author dari jaman dulu,  aku masih suka nulis kok (ini sudah pasti). Lagipula, suka karya - karya literature jadul gak berarti kita harus jadi anak sastra atau sejarah kan? itulah uniknya buku, bisa dibaca oleh semua orang hyang bisa baca, mau dia anak teknik kek, karyawan kek, petani kek, karena dengan membaca kita menjadi bebas.

Aku berharap bisa lulus secepatnya sebagai sarjana dan dengan prestasi juga. Terus nanti Master’s degree bisa ngambil  hal yang berkaitan dengan sastra atau sosial-science.
We’ll see..
Stay Happy BS

Kalian punya cerita tentang pengalaman pas kuliah juga? Silahkan tinggalkan komentar kamu dan pengalaman seputar kampus mu, Siapa tau bisa saling kasih support dan masukan?
Let’s share in comments (:

No comments:

Post a Comment