Apa gue salah ngambil jurusan?
learn.marymount.edu |
Ini
pertanyaan paling klasik menurutku, yang pernah ditanyakan oleh masing-masing
mahasiswa tingkat awal (bisa juga tingkat akhir). Pertanyaan semacam ini,
biasanya muncul pas orang yang bersangkutan mulai menyadari adanya kekeliruan
dan ketidak nyamanan proses belajar. Dan mulai lah dia mempertanyakan apa yang
sudah dijalani selama ini (ya elah), kemungkinan kehilangan akal,
ketidaksadaran selama ini, kemudian mempertanyakan pilihan-pilihan hidup
tersisa. etc.
Aku
sendiri, pernah ngerasa seperti yang itu dan sampe sekarang masih sering nanya
ke diri sendiri.
Sekarang
aku salah satu mahasiswa fakultas pertanian, jurusan sosial-ekonomi pertanian.
Dan
sekarang juga sudah masuk semester tiga.
Belakangan
aku tanya ke diri sendiri pertanyaan
semacam itu, karena aku cuma ngerasa ada yang gak cocok dengan pribadi ku
selama dosen memberikan materi kuliah, kebanyakan aku harus cari pengertian
dari internet biar bisa ngerti. Aku bukan anak ekonomi(titik), aku gak suka
hitung-hitungan, liat diagram, atau hitung untung-rugi. Aku lebih suka baca
novel,lebih suka nulis, lebih suka dengar musik daripada main sama aktiva=pasiva.
Bahkan
menurut beberapa test kepribadian (dari website pendidikan terpercaya) yang
sudah pernah aku coba, dan memang
ternyata aku tuh orang yang cocok di jurusan kayak phylosophi, Psychologi,
Humaniora, History & culture etc. Dan gak ada tuh hasil yang mendekati
hal-hal berbau ekonommi, bisnis, matematika apalagi.
Entah
apa yang ada di otak waktu mendaftar kuliah dulu.
Ketakutan?
Kebingungan? Kepasrahan? Ketidak tahuan mungkin?
Tapi
emang aku suka bisnis juga, dan satu-satunya kesempatan ku untuk kuliah waktu
itu (tahun lalu), adalah dengan mengambil jurusan sosial-ekonomi ini yang ada Agribusiness sebagai program studinya. Kebetulan
juga sepupu ku kuliah disitu, jadi kayak ada influence sih, dan mungkin aku penerus nya, karena sekarang dia
sudah kelar (sarjana).
Waktu
itu aku pernah mikir unutk kuliah di Fakultas Ilmu Budaya, terus ambil jurusan
Sastra Bahasa Inggris. Tapi, gak yakin (ini nih) bisa lolos, apalagi lihat situasi
saat itu aku hanya boleh ikut jalur terakhir untuk masuk univ (sumikolah).
Jadinya, ide untuk coba masuk di fakultas impian itu Cuma dikubur dalam – dalam.
Barulah
sekarang, aku mulai sadar (kayak dapat wahyu?) bahwa aku ini gak cocok di
jurusan yang sekarang, dan lebih cocok ke FIB. Ditambah lagi teman-teman ku sering
bilang “Bim, kamu tuh kayak lebih cocok
di FIB deh.” Atau “ahah, sudah ketebak sih, emang kamu cocok
di sastra.”
Heran
aja, orang lain bisa ngerasain hal itu, jadi, apa yang selama ini aku rasa juga
benar?
Karena
aku anak sastra, aku anak sastra, aku suka sejarah, aku suka baca literature
jadul, aku suka United Kingdom, aku
suka budaya eropa, aku suka budaya Japan,
aku suka nulis, aku suka jadi anak sastra!
Pernah juga suatu hari teman ku bilang kalo dia baru
ngerasa gak cocok dengan jurusan pilihannya (akuntansi) belakangan ini padahal
sudah semester empat, sehingga dia sering gak fokus dalam kelas, gak terlalu
niat belajar dan lebih banyak bengong. Karena pada dasarnya dia gak suka
Akuntansi dan segala macam kerabat-kerabatnya di situ.
“ya
ampun Bim, kenapa baru sekarang, sudah semester begini, baru kepikiran pindah
jurusan?”
Tapi,
sampe sekarang dia masih tetap di jurusan itu kok. Kayaknya dia juga gak bisa
cepat pindah-pindah gitu dan ngulang semuanya dari awal (baper).
Bisa
gak pindah jurusan?
Answer:
Oh of course It’s possible
Pindah
jurusan artinya, 1. Bayar uang pendaftaran SBMPTN; 2. Ikut tes SBMPTN; 3. Belum
pasti bisa lulus dari tes; 4. Harus mulai dari awal semester (satu) lagi; 5.
Harus bisa adaptasi sama lingkungan baru; 6. Bisa jadi harus ikut kegiatan
wajib jurusan kayak Himaju (yang sunggu mengerikan); 7. Jadi MABA lagi dll.
Pertimbangan-pertimbangan
diatas itu sebenarnya cukup untuk mengurung niat seseorang pindah jurusan dan
lebih milih jalanin yang ada sekarang, tapi ada juga yang nekat kok pindah, ya
mungkin karena udah gak tahan kali. Untukku sendiri, pindah jurusan itu ribet,
lagian udah semester tiga cuy, dan tinggal tiga semester lagi (1,2 tahun)
semester enam yang artinya udah bisa nyususn proposal, dan seterusnya kayak
udah fase finishing untuk dapat gelar sarjana. Aku juga targetnya S1 3,5 tahun,
gak mau lama-lama. Kemudian lanjut ambil Master’s degree.
Aku
juga udah punya banyak teman; bahkan diantaranya udah teman dekat, udah nyaman,
udah klop, gak mau pisah pokoknya *lol*
Terus
sekarang menyesal di Sosial-Ekonomi?
Menyesal
pasti ada ya, tapi, to be honest juga
aku adalah makhluk yang bisa tiba-tiba
semangat lagi, dan cenderung lebih pengen fokus ke satu hal, dan mengulang
semuanya dari awal itu bukan sesuatu yang menyenangkan juga bagiku, jadi ya,
menurutku tetap di jurusan ini aja dan fokus.
Dan
sebenarnya aku tidak jadi seorang murid yang karena merasa bukan pelajaran cocok
bagiku, terus lantas aku jadi malas masuk kelas, gak bikin tugas, gak ikut
ujian etc. Malah tahun pertama di jurusan ini cukup berhasil (untuk ku secara
pribadi). GPA semester satu dapat 4.00, dan semester dua turun jadi 3.93 (ini
nilainya turun, gara-gara pas awal kuliah aku udah gak niat belajar *lol*)
Mengambil
jurusan ini mungkin saja sebuah kesalahan kecil, tetapi bisa merupakan suatu
‘pintu’ lainnya yang terbuka, kesempatan lainnya mungkin saja terbuka untukku, yeah, it could be. Jadi aku gak terlalu
menyesal sih.
www.theodhysseyonline.com |
Dan
meski aku gak kuliah di sastra, tapi ayolah,internet juga sudah nampung
informasi, dan segala macam hal di dunia ini, jadi tinggal manfaatkan
semaksimal mungkin apa yang ada, iya kan?
Sosial-Ekonomi
juga sebenarnya bukan melulu belajar tentang ekonomi, akuntansi, marketing etc.
tapi ada minat (semester lima) tentang Pengembangan Masyarakat juga, dan
semester-semester awal sebenarnya juga sudah ada mata kuliah yang berbau
sosial, yang mungkin bisa aku seriusin (daripada ekonomi) untuk menetukan kelanjutan
studi ku kedepannya. Dan sebenarnya pernyataan seperti ‘tidak cocok’ itu
relative ya, bisa saja cuma gak cocok sama ruangan kelasnya, gak cocok sama
kantinnya, gak cocok sama dosen-dosennya, gak cocok sama WC nya etc. jadi
ngerti dulu apa penyebab kita sampai bilang ‘gak cocok’ itu, kalau misalnya
emang kamu gak cocok sama pelajaran-pelajarannya, atau ngerasa bukan passion mu, maka gagasan untuk pindah
jurusan patut di pertimbangkan.
Kita
sebagai manusia, bila practice more and
more tentu bakal jadi ahli dalam suatu bidang, tak peduli kalo gak nyaman,
gak cocok, etc. Semakin sering kita berkutat dengan subject yang sama, minat
yang sama, maka semakin mahir juga kita dan tentu lebih menguasai, tanpa kita
sadari.
So,
tinggal jalani saja sih, dan pasti semua ini juga akan kelar, dan aku sendiri
gak mungkin tidak mendapat apa-apa dari kelas-kelas ini, dari dosen-dosen, dari
kegiatan-kegiatan kampus. Aku pasti dapat sesuatu bermanfaat, dan itulah
gunanya kuliah.
Aku
memang gak kuliah di Sastra, aku memang bukan anak sastra, tapi aku masih suka kok Jane Austen,
aku masih suka kok Shakespeare, aku masih suka kok baca karya masterpiece
author-author dari jaman dulu, aku masih
suka nulis kok (ini sudah pasti). Lagipula, suka karya - karya literature jadul gak berarti kita harus jadi anak sastra atau sejarah kan? itulah uniknya buku, bisa dibaca oleh semua orang hyang bisa baca, mau dia anak teknik kek, karyawan kek, petani kek, karena dengan membaca kita menjadi bebas.
Aku
berharap bisa lulus secepatnya sebagai sarjana dan dengan prestasi juga. Terus nanti
Master’s degree bisa ngambil hal yang
berkaitan dengan sastra atau sosial-science.
We’ll
see..
Stay
Happy BS
Kalian
punya cerita tentang pengalaman pas kuliah juga? Silahkan tinggalkan komentar
kamu dan pengalaman seputar kampus mu, Siapa tau bisa saling kasih support dan
masukan?
Let’s
share in comments (:
No comments:
Post a Comment