Hai guys,
Hari ini
04 Oktober 2016, aku akan sedikit share tentang hal pribadi, about the part of
myself. Tapi, aku berharap you will take it as casual as possible, karena ini
hanya act of acceptance of who I am dan I'm wanna share with you guys..
Pertama-tama,
aku harus bilang bahwa sebelum sampai pada point ini, aku sudah
cukup struggling, trying to figure it out.
Dan
akhirnya, atau dengan cukup yakin aku akan mengatakan bahwa Aku Gay (tertarik pada sesama jenis).
So let’s
talk a little bit about this.
Pernahkah
kalian berada dan terperangkap dalam khayalan di kamar dengan seorang
gadis/cowok yang kalian pikirkan sepanjang hari? perasaan seperti;
aku ingin
bertemu dengannya besok,
aku ingin berbicara dengannya,
apa yang dia pikirkan?
Dia terlihat mempesona
etc. and I bet you did.
Tapi apa
jadinya jika ternyata feeling itu – yang kalian rasakan, ternyata
menurut orang-orang di sekitar mu, salah? Seperti sesuatu yang dilarang?.
Lalu, apa
yang kau rasakan (bila dibayangkan)?
Well, konsep yang ku tau dari kecil yaitu
‘man should be attracting to woman’, and vice versa. Tapi yang terjadi
padaku justru sebaliknya! Sejak dulu aku selalu memperhatikan Pria/cowok lebih lama daripada memperhatikan cewek. Rasanya ada hal membangkitkan hasrat dari mereka. Bagaimana rasanya mencium mereka? Apa rasanya di dekap mereka? how it feels to hold their hands? sungguh lucu!
Aku pernah merasakan hal semacam; “apa yang salah
dengan ku?” “ini tidak nyata” “aku benci perasaan ini” “ini sangat buruk” dan sebagainya.
Perlahan tapi pasti, rasa itu atau bisa dibilang ‘perasaan aneh’ itu semakin
bertumbuh subur. Aku tidak bisa mengendalikannya, aku tidak tau bagaimana
sampai bisa ada dalam benakku, ketika melihat teman lelaki (yang cukup
menarik) aku akan mulai mencuri pandang tidak jelas, mencari tau siapa dan
betapa atraktifnya mereka. Aku hanya tidak mengerti pada saat itu, bagaimana
mungkin aku tertarik?
Kembali
mengingat ‘kondisi dan perasaan aneh’ kala itu membuat ku geli. Aku sudah
merasa berbeda sejak SD atau lebih tepatnya sejak aku bisa mengingat sesuatu atau dari kecil. Aku tidak terlalu tertarik melihat gadis-gadis,
namun sebaliknya, aku tertarik melihat The BOYS. Padahal Aku tidak sering bergaul dengan teman cowok, lebih banyak berteman dengan perempuan. Bingung sendiri, dan mulai
memaki diri sendiri. Apa yang salah? Mengapa semua orang terlihat ‘normal’
sedangkan aku melihat dunia ini ‘berbeda’? Aku ketakutan, dan menutup diri.
So you think that I'm kinda sissy? Not really. Aku sama seperti cowok-cowok di luar sana lainnya, secara penampilan. Meski aku tau pembawaan ku lebih feminim dari pada yang bisa ku lihat pada kebanyakan laki-laki. Mungkin banyak teman dan keluargabku tidak mengira aku Gay, karena aku terlihat biasa saja, aku tidak memakai lipstik atau bedak secara diam-diam, aku suka olahraga. Well, pada faktanya apakah seseorang tertarik dengan sesama jenis itu tidak bisa di pastikan secara konkrit lewat 'tampilan', bukan kah begitu?
Pada saat
itu aku sudah mulai mencari tau apa sebenarnya yang terjadi dalam diriku ini.
Dunia berkembang pesat, ditambah aku tipe orang yang penasaran tinggi,
maka kata-kata sepeti homosexual, lesbian, Bisexual transgender, gay dll.
sudah ku kenal. Bahkan ada beberapa rumor disekitar ku (waktu SMP) yang
menyebutkan kata-kata itu.
Aku juga paham tentang situasi ku yang tersudut, ya,
aku tinggal di dunia yang cukup konservatif dan masih banyak homophobic
dimana-mana.
Sadar
bahwa aku berada di sisi yang ‘beresiko’, aku tetap tidak mau membuka suara.
Aku menjadi seorang yang cenderung menghindar dari pembicaraan seputar hal
tersebut (tapi aku rasa semua orang juga), aku tidak tau mau bicara apa dan
takut mengatakan hal yang membuat orang mengetahui tentang ku. Tak banyak teman
yang ku kenal sering membicarakan hal tersebut, kalaupun ada, pasti sebuah
lelucon akan terlontar dan membuat ku merasa lebih bersalah.
Selama
bertahun-tahun berikutnya, aku tidak bisa menafsirkan dengan pasti seksualitas
ku, mungkin juga merasa takut. Hanya angan-angan bahwa suatu saat aku bisa menerima ini semualah yang
membuat ku tenang.
Semakin
lama juga, this holy puberty shit has been controlling me. Dan internet
membuat segalanya semakin mudah. Aku benar-benar terbuka akses dengan segala
macam hal tentang LGBTQ, Gay khususnya, dan mengerti bahwa aku tidak sendirian
di dunia ini, there’s a lot of people out there also struggling with this
(setidaknya ini membuat ku senang).
Selama
tahun-tahun setelah aku tau tentang Gay juga, aku bersikap lebih ‘teratur’ dan
tidak cukup berani mencari perhatian, seperti misalnya berteriak “ya ampun,
cowok itu manis!” di kerumunan orang, atau mencari perhatian pada mereka (ah
mimpi buruk akan terjadi). Aku hanya bisa memendam sendirian segala macam gejolak dan kekacauan ini. Tidak ada seorang pun yang bisa ku bagikan.
Tetapi Facebook, Twitter dkk. Menyerang kehidupan
anak muda, aku juga jadi pengikut mereka. Di social-media, hal-hal seakan lebih
‘terbuka’ dari pada dunia nyata, aku bahkan sempat menjalin pertemanan dengan
beberapa orang – yang aku yakin salah satu dari LGBT, berinteraksi lewat
social media, dan mereka seperti menjadi ‘jendela’ ku untuk melihat dunia
tersebut lebih jauh lagi. Bisa dikatakan aku Denial.
Ketika
SMK, aku masih belum juga bisa mengakui seksualitas ku (meski sudah tau
beberapa blog Tumblr favorit lol), bahkan lebih bingung. Semakin dewasa, aku
sadar bahwa teman-teman dilingkungan sekolah ku sangat konservatif dan tertutup
soal LGBT. Akhir SMK, rasa penasaran ku semakin tinggi saja. Aku mulai
mencari orang-orang tertentu (yang seperti ku), yang bisa ku ceritakan
semuanya. Karena pada masa itu, aku tidak punya teman yang sangat akrab atau
setidaknya nyaman untuk berbicara tentang hal ini. Dan ternyata aku ‘didatangi’
oleh seseorang – yang ku bilang dari luar angkasa.
Kami bertukar informasi, menjalin
keakraban dan sepertinya dari awal memang dia sudah tau kalau aku Gay
(ayolah, cowok bagaimana sih yang mention chef pria terkenal menanyakan apa
kabar?), dan kami menjadi sangat akrab, chatting tiap hari, sampai
suatu hari he asked me out, dan bisa dibilang kami
berpacaran - yap, pacar pertama ku ternyata a guy! Sesuatu yang tidak pernah ku berani coba sebelumnya, sesuatu yang aku pernah takutkan (sangat).
Tapi karena jarak (LDR)
hubungan kami tidak bertahan cukup lama (namun membekas) dan semuanya semakin
membuat ku sadar, percaya, dan yakini bahwa aku memang hanya tertarik pada
lelaki/Guys.
Aku juga
sempat menduga diriku adalah Bisexual; karena sempat menyukai teman perempuan
ku (I even asked her out), dimana hal tersebut lebih membuat ku bingung.
Apa sebenarnya yang mendasari ku ‘menembak’ seorang perempuan?
Sejujurnya, aku melihat wanita dari fisik mereka, dan aku bisa mengetahui
bahwa mereka cantik, manis, seksi etc. tetapi hal semacam itu sungguh tidak
membuat ku tertarik mendalam dengan wanita. Malah aku bisa merasakan
ketertarikan secara emosional pada wanita-wanita yang menurut ku cerdas atau
pandai. Seorang super model dengan bikini bisa berdiri di hadapanku melenggak –
lenggok, showing off her body, dan aku pasti hanya merasakan seperti
tidak ada apa-apanya. Lain halnya dengan ketertarikan pada pria, dimana aku
tertarik emotionally and physically. Who cares?
Mungkin waktu itu aku tertekan, aku tidak tau mau dibawa ke arah mana keinginan 'disayang' tersebut, dan pilihan hanyalah pada wanita. Maka jadilah Bima yang selalu memakai topeng kemana-mana dan mencoba terlihat 'Normal'.
Lebih lanjut aku juga beranggapan bahwa, tanpa melihat gender atau seksualitas
seseorang, kita bisa tetap melihat keindahan dari seseorang. Jadi, ketika
menyatakan bahwa seseorang cantik atau ganteng, ya itu memang mereka cantik dan
ganteng, bukan karena seseorang harus jadi Gay atau Lesbian
atau Bisexual.
“regardless
of you gender, you can see when another person, regardless of their gender,
looks good.” - Unknown
|
|
I Painted this |
|
Anyway,
Aku, pada faktanya pernah merasakan bagaimana berusaha menjadi ‘Straight” atau
‘Normal’, tapi tidak bertahan lama (mungkin paling lama 1 jam).
Siapa yang tahan sih berpura-pura menjadi
seseorang yang bukan bagian dari dirinya? Sama saja dengan mengkhianati
diri sendiri.
Ada beberapa orang yang pernah ku dengar ceritanya, bahwa
mereka percaya akan kekeliuran dalam diri seorang Gay, Lesbian atau
non-Straight. Mereka yakin bahwa seksualitas seseorang bisa dirubah, tapi pada
faktanya, itu tidaklah benar. Sama seperti ketika kau menyadari bahwa
kamu tertarik pada lawan jenis mu, kamu tidak bisa merubah perasaan alami itu,
begitu pun seorang Gay/Lesbian, it’s just natural. ada juga yang bilang mungkin
karena sakit hati masa lalu, sehingga orang bisa 'belok'. for my case, no, it's
not.
Take a
look at this article to see more about ‘Gay Genes’
Coming Out moments
Kuliah
membuat ku lebih open – minded, aku juga bergaul dengan orang-orang yang bisa
dibilang lebih maju pikirannya, dan dunia kampus yang sarat akan keberagaman
semakin membuat ku takjub betapa indahnya semua itu.
LGBT semakin ku kenal, dan
meski masih banyak yang konservatif, tetapi lingkungan pertemanan ku membuat
ku lebih bisa mengekspresikan diri dan menyuarakan isi hatiku. Selama 3
semester pertama ini aku tidak berpacaran – dimana sangat bagus untuk studi dan
pribadi ku, tetapi aku lebih mencintai diri ku sendiri, lebih mengenal siapa
diri ku and accepting who I am. Bulan ini juga, - seperti yang sudah ku
janjikan pada diri sendiri, bahwa aku harus coming out setidaknya
pada orang-orang terpercaya,dan aku berhasil merealisasikannya (dengan banyak
awkward moment). Sungguh bahagia ketika pertamakali menceritakan orientasi
seksual ku pada sahabat dekat ku di kampus.
ComingOut atau coming out of the closet di kenal sebagai tindakan pengakuan diri atau penerimaan diri secara sadar dan sukarela dalam hal orientasi seksual seseorang. Coming Out selalu jadi momok menakutkan bagi sebagian member dari LGBTQ community di luar sana, karena mengingat situasi sosial yang cenderung not accepted. Tetapi belakangan semakin populer karena dunia mulai jadi bersahabat dan mengerti tentang LGBTQ.
Coming Out dilakukan setelah melalui pemikiran panjang dan yakin sepenuhnya dengan orientasi seksual sendiri, dan juga mengerti atas segala macam resiko yang (mungkin) akan dihadapi.
Coming Out sudah semakin populer dilakukan oleh orang-orang diseluruh dunia, bahkan di United States ada hari National Coming Out Day, yaitu tanggal 11 Oktober.
on my personal experience.. Orang
pertama yang ku ceritakan adalah sahabat baikku di kampus, cewek, sebut saja
Pia. Aku bicara saat di rumah makan bersamanya. Aku mengatakan semuanya meski
harus menulis di kertas karena tidak bisa mengeluarkan kata-kata (iya,
tiba-tiba aku lupa caranya bicara), dan responnya sungguh diluar dugaan:
“Just
this? I mean like, Bim, cuma ini? Ya ampun, ini biasa, biasa banget lagi”
Aku hanya
tersenyum sekaligus pucat karena yang ada di otakku adalah scenario
terburuk, tetapi dia ternyata bisa menerima ku dan semuanya baik-baik
saja.
Dia juga
mengatakan;
“tapi Bim, ini jadi point plus buat mu, karena sudah dengan berani
mengatakan semuanya, it’s such an honor to hear your story”
Aku
bertanya “so, kamu pernah mengira kah kalau aku Gay?”
“ndak
pernah Bim, I think you are one of those guys, who dates girls. Tapi ini sudah
biasa, nothing special”.
tertawa terbahak-bahak pun apa yang terjadi selanjutnya. Ini
luar biasa!
Orang
selanjutnya yang kuceritakan adalah sahabat karib ku ketika SMK, Bagas lewat
chat (karena dia tinggal dan sekolah di kota lain), aku hanya langsung
mengatakan semuanya padanya dan balasan nya cukup menggelikan;
“Bim, hape
lu dibajak ya?”
“Gokil!!”
“kagak
bisa ngomong!”
“WTF!
Wkwkwk”
Dia
tetap jadi sahabat ku sampai sekarang. Orangnya memang begitu, tapi dia
bisa menerima ku.
Dan orang
terakhir yang ku ceritakan juga seorang cewek, kami cukup dekat kalau di
kampus, Aku mengatakannya saat selesai kuliah. Meski responnya tidak sampai berteriak,
tapi lebih kepada memberikan ku beberapa jalan keluar (entah dari apa) dan dia memang seperti mencoba merubah pikiran ku. Aku juga
bahkan di doakannya sebelum berpisah (tapi aku yakin ini karena aku juga
mengaku bahwa aku seorang Agnostic).
Everything
just go back to normal again, dan sungguh bahagia nya aku.
Meskipun
begitu, aku belum siap coming-out ke pada orang tua ku, karena mereka entahlah.
Untuk sepupu-sepupu ku, aku rasa dalam waktu dekat aku akan coming-out, atau
mereka sudah tau? atau tidak perlu tau juga.
Apa tujuan ku Coming Out?
Aku pernah
membaca kisah seorang Ayah yang coming out ketika berusia 50-an atau seorang
kakek yang berusia 82 tahun. Keberanian mereka sungguh patut di contoh, dan
kepercayaan diri mereka lah yang membuat ku semakin yakin untuk datang ke
laptopku, dan mengetik ini semua. Aku tidak ingin lagi hidup dalam KEBOHONGAN,
aku tidak ingin lagi hidup memakai topeng, atau berpura-pura agar bisa fit
in. No, I don’t want to live such life. Aku lelah bersembunyi, I'm sick censoring myself.
Aku bangga dengan diri ku sendiri, aku tau bahwa aku memang berbeda, dan tidak
ada yang salah tentang itu. Lagipula, aku lebih suka conming-out pada usia
muda, daripada harus menunggu sampai 50 tahunan.
Aku tidak
ingin hidup dibawah pemikiran orang lain lagi, aku ingin hidup on my own
terms!
Dengan coming-out, aku merasa lebih hidup, dan aku lebih menghargai diri sendiri. Aku bisa lebih bertumbuh dengan merangkul semua aspek dalam diriku, like embracing my authentic self.
Yang
terpenting, aku tau dan kenal siapa diri ku, aku bangga menjadi diri ku.
Be True.
Be You. Be fabulous. Be Happy.
Namun aku
juga ingin menyampaikan pada kalian bahwa, aku tidak suka dan tak akan pernah
suka, me-label diriku Gay sebagai identitasku.
Like, my sexuality doesn’t define who I am, ini hanya bagian dari
diriku, ini hanya orientasi seksual ku dan bukan segalanya dari diriku. Seperti
kata Miley Cyrus :
“There are
times in my life where I’ve had boyfriends or girlfriends. I’m not hiding my
sexuality. For me, I don’t want to label myself as anything.”
-
“I’m
obviously in love, so if people want to say I’m Gay, that’s great. But
we’re all liquid – we change, we grow” – Cara Delevingne
Tahun ini,
setelah mengumpulkan cukup keberanian dan kesadaran, aku mulai menerima diriku
ku apa adanya. Pelajaran menerima diri sendiri tidak ada di sekolah, dan hal
tersebut harus di bangun dari dalam diri sendiri. Banyak orang yang
mempengaruhi ku beberapa bulan belakangan, nama – nama seperti Troye Sivan,
Connor Franta, Taylor Swift (no,she’s not Gay), Sam Smith, Ellen DeGeneres etc.
Mereka adalah orang-orang yang hebat, dan berhasil meyakinkan diriku bahwa
tidak ada yang salah merangkul keunikan ku, menerima keunikan ku, dan jadi diri
sendiri.
Sebelum aku memikirkan tentang mem-posting artikel ini, aku sempat membaca
beberapa orang terkenal di dunia yang juga masuk dalam komunitas ini. Contohnya
seperti; Oscar Wilde, Cara DeLevingne, Miley Cyrus, Kristen Stewart (aku baru
tau kalau ternyata dia sekarang punya pacar wanita, baca disini), Ralph Waldo Emerson, Michael Angelo etc.
orang-orang yang sudah memiliki nama hebat didunia ini benar-benar
menginspirasi ku, they can accept themselves, so why can’’t I?
"if
you have something about yourself that’s different, you’re lucky. It’s not a curse," – Taylor Swift
Tahun ini
pula aku mulai membaca banya kisah coming-out dari beberapa orang di
luar sana, kisah-kisah yang hebat dan sangat membantu ku melewati banyak
keraguan. Juga tak lupa video-video coming-out dari youtubers yang sempat
membuat ku berpikir membuatnya juga, tapi aku prefer ke menulis, karena aku suka menulis, terutama di Blog.
Aku pikir,
ketika manusia berbicara tentang cinta dan kasih sayang, tak ada yang harus
ditakutkan. Kita diciptakan unntuk saling menyayangi, tak peduli warna kulit,
ras, suku, gender dll. Tak ada yang salah ketika seorang wanita mencintai
wanita lain, begitu pula ketika pria mencintai pria lain. Mari lihat dunia
lebih jelas, mari buka pikiran lebih luas dan dalam bahwa kita tidak harus
membatasi diri oleh pikiran orang lain, selama itu baik bagi dirimu sendiri,
maka tak ada yang perlu di ragukan.
Seperti
kata Oscar Wilde sebagai ‘The Love that dare not speak its name’:
“It is
that deep, spiritual affection that is as pure as it is perfect. [..] it’s
beautiful, it is fine, it is the noblest form of affection. There is nothing
unnatural about it. It is intellectual, and it repeatedly exist between an
elder and younger man, […] that it should be so the world doesn’t understand.”
Atau
ketika Kristen Stewart bilang saat wawancara tentang hubungan asmaranya dengan
Alicia Cargile:
“[..]I
think also right now I’m just really in love with my girlfriend. We’ve broken
up a couple of times and gotten back together, and this time I was like
‘Finally, I can feel again’ [..] then it changed when I started dating a girl,
I was like ‘Actually to hide this provides the implication that I’m not down
with it or I’m ashamed of it, so I had to alter how I approached being in
public. It opened my life up and I’m so much happier. [..] As I got older, I
reoriented my mind, [..] it’s a natural thing. Whereas, when I was younger I
was like ‘you’re gonna screw me over’. Now I’m like ‘Whatever, You can’t”.
Oke, hidup
hanya sekali, jangan biarkan orang lain menentukan jalan hidup mu. dan
aku sampai pada point ini dan aku bahagia, Lady Gaga menyanyikan lirik I'm on the right track, Baby, I was born this way!
Be
Yourself! Until next time, live consciously.
BS
Aku yakin
setelah membaca ini, ada diantara kalian (yang mungkin kenal aku) kaget dan
mulai bertanya-tanya keaslian tulisan ini. tapi ini memang kenyataan, ini
benar-benar keluar dari hasil bertahun-tahun menutup diri.
UPDATE:
Tahun 2016 sudah akan berakhir, aku ingin mulai saat ini tidak akan melabeli diri ku sebagai Gay, Agnostic atau introvert atau apapun itu! karena iya, setiap individu berbeda, aku terus bertumbuh dan akan tidak sama lagi esok hari.
Aku ingin
sekali mengetahui apa tanggapan kalian tentang tulisan ini, so, silahkan
tinggalkan komentar di bawah ya (:
Thanks for
reading.