Showing posts with label Short Story. Show all posts
Showing posts with label Short Story. Show all posts

Thursday, 29 December 2016

Short Story: One Night At The Airport



One Night At The Airport

Baru saja pengumuman bahwa pesawat ku akan segera lepas landas.
Aku berlari menyusuri terminal keberangkatan, dengan tas yang lumayan besar dipunggung dan kantong plastik oleh-oleh yang kutenteng, aku kehabisan waktu.

Sunday, 16 October 2016

Green Necklace



Udara pagi itu menusuk tulang. Dibalik kaca, embun terlihat menyelimuti halaman rumah. Tak ada mentari di pagi buta kali ini, namun Erika sudah bangun sambil merapatkan kedua kakinya.
Sudah hari ke seratus dia berada disini.
Tuan Steinfeld masih belum membuka pintu rumahnya, sesuatu yang langka di pagi hari.
Erika, gadis pendiam ini terpana melihat kilauan cahaya dari kalung nya.

-

Tuesday, 19 July 2016

Short Story: Kisah Burung Dara


Berada dipuncak pohon tertinggi di lembah pegunungan itu, bertengger seekor burung dara putih dewasa. Dari situ ia bisa melihat ke segala penjuru, mulai dari sungai yang membelah lembah, deretan pohon pinus, padang rumput luas satu-satunya dilembah itu, dan bahkan deretan pegunungan yang menglilingi lembah itu.
Disini, hidup seolah indah, maksudku, makanan berlimpah, tempat tinggal yang nyaman (kecuali badai datang), dan beberapa tetangga yang bisa diajak mengobrol. Seakan keadaan setiap harinya dilembah ini aman dan damai. Mereka menamai lembah itu Shorty-Valley, aku  tidak tau sejarahnya sampai mereka menamainya demikian.
Burung dara putih tadi namanya John. Dia adalah anak bungsu  dari lima bersaudara. Dia merupakan anak yang paling ceria dan sering di nilai paling nakal.
Hidup sebagai burung dara, mereka memiliki peraturan nya sendiri, seorang anak tidak boleh meninggalkan sarang sampai dia sudah benar-benar bisa mencari makan sendiri dan terbang sejauh satu mil. Mereka tidak boleh terbang terlalu jauh sebelum berusia sepuluh tahun atau kalau usia rata-rata mereka lima belas tahun, maka lima tahun tersisa merupakan pilihan bagi tiap individu apakah akan tetap tinggal dirumah atau pergi kemanapun sesuka hati.

Sunday, 10 July 2016

Short Story: First Affection


First Affection

“Cinta dalam kesalahan selalu buta, selalu membahagiakan, tak terikat oleh peraturan, bersayap, dan tak terbatas, serta menembus semua rantai – rantai pemikiran.”   Shakespeare.

Dua hari sudah setelah percakapan di telpon malam  itu, dan setelah turun dari sepeda motor,  sekarang kami berjalan bersama  ke gedung teen-center. Hari ini aku akan menonton tournament dance terbesar di West-Brook, dan sekaligus memberi dukungan kepada  sahabat ku yang satu  ini. Dia adalah  salah  satu  kontestan yang akan  tampil hari ini.
Kami berjalan  berdampingan  layaknya sahabat yang sudah saling mengenal baik selama bertahun-tahun. Sesekali laki-laki bermata biru itu menarik-narik ujung rambut ku yang terurai. Namun, mungkin kalian akan terkejut  mengetahui kehidupan  kami sebelumnya, bahkan tidak sampai bertahun – tahun, aku cukup heran bisa bertemu dengannya. Hati ku terasa jernih hari ini. Kupandang sekilas wajahnya dari samping, senyum  bahagia tergantung di wajahnya. Aku rasa memang hari ini adalah  hari baik bagi dia maupun aku.
Langit biru tanpa segumpal awan  menambah  kecerahan hari ini, dengan udara musim  gugurnya, sesekali aku tersenyum diterpa angin semilir.  Memikirkan betapa anehnya hidup ini, betapa cepatnya semua berubah.. Dan menebak apakah  laki-laki disampingku  ini  juga berpikiran  yang sama? memang memikirkannya saja sudah  lucu,  minggu-minggu yang singkat itu, haruslah diingat selalu, menganggap semua nya sebagai memori penting, walaupun akhirnya, aku menemukan kembali diri ku yang sebenarnya, dan sungguh,  itu sudah cukup bagiku.

-

Langkah  kaki  ku santai namun berat. Kuperhatikan  kedua kaki ku melangkah, di atas jalan berbatu ini, kedua tanganku  berada di bagian depan  kantong jaket. Aku memperhatikan sekeliling, daun musim gugur mulai berjatuhan. Begitu pun angin yang  menderu disela-sela ranting pepohonan, menghasilkkan suara yang bagiku terdengar sederhana namun  merdu, terasa tentram.
Setidaknya aku punya cara sendiri untuk menghilangkan  penat dikepala, dan  sedikit membuatnya segar.
Langkah ku terhenti ketika tiba-tiba melihat sepasang muda-mudi sedang duduk di kursi taman. Sang lelaki merangkul gadis itu, dan dari  wajah mereka, jelas lah terlihat kebahagiaan, tersenyum bahkan tertawa tanpa seorang pun tau penyebabnya kecuali mereka. Mereka terlihat intim, cukup untuk membuat ku membuang muka. Aku kembali melanjutkan jalan-jalan ku.
Sore ini aku senang bisa keluar dari rumah untuk menghirup udara segar dan menyapa dunia luar, dalam harapan akan menikmati kesendirian dan ketentraman, namun apa yang ku lihat barusan sedikit mengganggu ku.
Beberapa minggu terakhir, pikiran ku terperangkap oleh pertanyaan-pertanyaan itu. Pada malam ulang tahun ku yang ke tujuh belas. Aku bahkan merasa teman-teman ku sudah bersekongkol untuk memojokkanku. Pertanyaan mereka identik
“Jean, Kapan kamu punya cowok?”
“Belum mau  pacaran kamu? Sudah tujuh belas tahun loh, heran aku.”
“mau aku carikan pacar jean?”